Merdeka.com - Ada berkah di balik sebuah musibah. Ungkapan itulah yang cocok menggambarkan hidup Ardi Firdaus (44). Sebelum pandemi, ia bekerja di sebuah perusahaan asal Amerika Serikat yang bergerak di bidang pemandu wisata asing. Bekal kuliah di Sastra Inggris Universitas Airlangga membuatnya bisa berkomunikasi dengan wisatawan asing dengan lancar. Profesi ini yang membawanya bisa mendampingi wisatawan asing menjelajahi tempat-tempat eksotis di seluruh Indonesia.
Namun hidup tak selamanya indah. Saat masa pandemi datang, kebijakan Pemerintah Republik Indonesia untuk menutup akses wisata bagi wisatawan asing membuatnya tak dapat lagi bekerja. Ia keluar dari perusahaan yang telah menghidupinya selama 5 tahun itu. Selama masa-masa pengangguran, ia hidup bergantung pada uang hasil tabungan.
Namun lama-lama Ardi sadar, kalau ia tak melakukan inisiatif cepat atau lambat uang hasil tabungannya pasti akan habis. Untungnya selain punya kemampuan menguasai bahasa asing, ia punya kemampuan lain yaitu membuat kue pastri. Tak disangka, kegemaran yang telah ia jalani sejak kecil itu ia gunakan untuk bertahan hidup melalui masa-masa sulit krisis pandemi.
“Awalnya iseng-iseng bikin pastri. Terus saya posting di media sosial. Ternyata banyak yang pesan. Mulai dari lima orang, sepuluh orang, malah seterusnya makin banyak,” kata Ardi saat dihubungi Merdeka.com pada Minggu (7/5).
Saat kebanyakan bisnis lain meredup saat krisis pandemi, usaha bisnis kue pastri-nya makin maju. Namun saat PPKM dilonggarkan situasi perekonomian nasional perlahan-lahan membaik, usaha pastri-nya malah anjlok. Di sanalah kemudian ia meminta bantuan pada banyak pihak, salah satunya dengan Rumah BUMN Yogyakarta.
Di Rumah BUMN Yogyakarta, Ardi banyak diajari cara memasarkan produk ke pasar-pasar yang belum ia kenal sebelumnya. Berkat bantuan ilmu yang diberikan Rumah BUMN Yogyakarta, usaha kulinernya tetap berkembang. Dari yang awalnya hanya proyek iseng-iseng, kini Ardi bisa mempekerjakan lima pegawai di usaha pastri-nya. Omzet per bulannya mencapai rata-rata Rp20 juta.
2 dari 3 halaman
Hobi Membuat Kue Sejak Kecil
©Koleksi pribadi Ardi Firdaus
Bisnis pastri telah menyelamatkan Ardi telah menyelamatkannya dari krisis berkepanjangan di masa pandemi. Ia memang telah memiliki hobi memasak sejak kecil.
Saat lulus SMA, Ardi sebenarnya ingin melanjutkan studi di sekolah kuliner. Namun karena ia laki-laki, orang tuanya tidak mengizinkan.
Di sela-sela kesibukannya menjalani kuliah, Ardi mencuri-curi waktu untuk menekuni hobinya. Bahkan ia rela ikut kursus memasak agar keahliannya serta ilmunya di bidang tata boga juga meningkat seirama dengan keahliannya di bidang bahasa Inggris.
Dalam menjalani UMKM yang bergerak di bidang pastri, ia merasa usaha itu tetap stabil dari sisi penghasilan. Berbeda dengan usaha pemandu wisata atau travel agent yang secara nominal omzet lebih besar namun harus menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah dan lain sebagainya.
Berkat ketelaten dalam menjalani bisnis kue pastri, perkembangan tak hanya ia rasakan dari sisi omzet, namun juga kualitas rasa. Pernah dalam sebuah lomba olahan makanan tingkat nasional, UMKM-nya berhasil menduduki peringkat lima dari 512 peserta. Sebuah pencapaian yang menurutnya patut ia banggakan. Ke depannya, ia ingin mengejar target pasar yang lebih spesifik untuk produk pastri yang ia jual.
“Saya ingin fokus mengejar makanan sehat rendah gula. Ini buat jadi pembeda dengan produk kue pastri lainnya. Jadi saya ingin membidik pasar yang lebih kecil dengan harga yang lebih mahal,” ujar Ardi.
3 dari 3 halaman
Jasa Pemandu Wisata Ikut Berkembang
©Koleksi pribadi Ardi Firdaus
Ilmu pemasaran digital yang diajarkan oleh Rumah BUMN ternyata tidak hanya Ardi manfaatkan untuk mengembangkan bisnis kue pastri, namun juga bisnis agen perjalanan wisata. Berbeda saat dulu ia bekerja untuk perusahaan, kini ia bisa mengembangkan bisnisnya sendiri.
Berbagai kegiatan seru saat memandu wisata ia bagikan melalui akun Instagramnya @uncledian. Ia mengakui sejak dicabutnya status darurat COVID-19 oleh WHO, bisnis pariwisata kembali bergeliat. Sama seperti bisnis kue pastri, dalam menjalankan bisnis agen perjalanan, ia juga ingin mengincar pasar yang lebih spesifik.
“Pasar saya lebih ‘niece’, yaitu wisatawan yang ‘high class’ dan berwisata tidak dalam jumlah yang besar,” tuturnya.
Sebelumnya, CEO Muda Rumah BUMN Yogyakarta, Subkhi Rifai mengatakan bahwa selama masa pandemi COVID-19, pihaknya mendorong para pelaku UMKM untuk mencari pangsa pasar baru.
Selain itu mereka didorong untuk menggunakan media sosial dalam memasarkan produknya seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, TikTok, dan lainnya. Walaupun tidak menghasilkan pendapatan yang bisa mereka peroleh sebelum pandemi, namun setidaknya cara itu bisa digunakan untuk tetap bertahan melewati masa-masa krisis.
“Ada UMKM yang tumbuh secara signifikan, ada pula yang bertahap. Mereka didorong untuk mencari pangsa pasar baru, baik yang domestik maupun luar negeri,” ujar Subkhi.
[shr]Kisah Ardi Tour Guide yang Banting Setir Jadi Pengusaha Kue, Omzetnya 20 Juta/bulan | merdeka.com - Merdeka.com
Read More
No comments:
Post a Comment