Sebentar lagi kita akan meninggalkan tahun kerbau dan memasuki tahun macan. Tinggal menghitung hari. Suasana kemeriahan pun sudah mulai terasa di mana-mana.
Menjelang Sincia (Tahun Baru Imlek) seperti ini mereka yang merayakan biasanya sudah mulai sibuk dengan berbagai macam persiapan. Dari mulai membeli baju baru, menyiapkan dan mengirim hantaran kepada sanak saudara dan sahabat, sampai membuat kue-kue kering. Itu pun kalau masih membuatnya sendiri. Kalau beli dari orang lain mungkin lebih santai. Bisa nanti-nanti saja kalau sudah semakin dekat harinya.
Dalam tradisi kuliner masyarakat China Benteng (Cinben) ada beberapa kue khas yang biasa tersaji pada saat tahun baru Imlek. Kali ini saya mau cerita tentang salah satunya saja, yaitu kue satu.
Dulu setiap kali Imlek keluarga kakak laki-laki engkong saya selalu menyediakan kue satu di rumahnya. Kue itu dibuatnya sendiri dari jauh-jauh hari. Sehabis dicetak, lalu dijemur. Setelah selesai, disimpan rapi di dalam toples. Siap disajikan kalau sanak-saudara datang mengunjungi.
Karena kue ini pasti selalu ada di sana, maka saya menandainya sebagai salah satu “signature dish” mereka. Kue satu, ya pasti di sana.
Kue satu, atau ada juga yang menyebutnya sebagai “kue satru”, adalah kue kering yang salah satu bahannya adalah kacang hijau. Bentuknya kecil, persegi panjang, berwarna off white. Saya sendiri kurang begitu suka dengan kue ini karena memang tidak begitu suka juga dengan segala makanan yang terbuat dari kacang hijau. Rasa manisnya terasa sepat di lidah saya.
Karena mengenal kue ini dari sanak saudara, maka yang saya tahu ini adalah salah satu kue khas peranakan Tionghoa. Kata “satu” dalam nama kue ini berasal dari dialek Hokkian “sa” dan “tu” yang dapat diartikan sebagai kacang dan tepung. Jadi maksudnya kue yang terbuat dari kacang (hijau) dan tepung.
Kata “kue” sendiri, seperti dalam artikel saya sebelumnya yang berjudul “Dodol, kue keranjang, dan Imlek”, juga berasal dari dialek Hokkian. Hanya saja dalam cara pengucapannya, dua huruf vokal terakhir dijadikan satu sehingga dibaca: “kwe”.
Kue kering sendiri jelas bukan jenis kuliner yang berasal dari Tiongkok maupun Nusantara. Kue-kue seperti ini merupakan budaya kuliner Eropa yang mulanya ditemukan di Persia. Banyak sumber yang menyebutkan bahwa pada mulanya kue ini hanya disajikan kepada para bangsawan. Seiring waktu makanan ini menyebar ke berbagai belahan dunia melalui pedagang Muslim.
Di Eropa, penganan ringan ini mulai dikenal di Spanyol. Setelah itu barulah menyebar ke mana-mana. Di kemudian hari, kue ini akhirnya menjadi kue yang wajib ada pada hari-hari raya, baik di Eropa maupun Amerika.
Kue kering masuk ke Nusantara pada zaman penjajahan Belanda. Sejak itu, kudapan yang satu ini menjadi sangat populer dengan berbagai variasinya.
VIDEO PILIHAN
Kue Satu - Kompasiana.com - Kompasiana.com
Read More
No comments:
Post a Comment