Yy Lam/Unsplash
Menurut cerita, pesan politik diselipkan di dalam kue bulan oleh etnis Han saat Dinasti Mongol berkuasa.
Nationalgeographic.co.id—Setelah 88 tahun di bawah kekuasaan Mongol, semangat etnis Han Tiongkok berada pada titik terendah. Setiap aspek kehidupan mereka berada di bawah kekuasaan penguasa Mongol yang tidak berbelas kasih. Namun selalu ada jalan. Ada kisah yang menceritakan bagaimana kue bulan dijadikan alat untuk melawan Mongol. Apakah kisah itu benar-benar terjadi?
Etnis Han Tiongkok diawasi dengan ketat
Karena ketakutan akan pemberontakan, etnis Han tidak dapat bertemu dalam kelompok. Dinasti Yuan Mongol tidak memperbolehkan rakyat Tiongkok memiliki senjata. "Bahkan parang daging dan sayur pun yang dijatah, satu untuk setiap sepuluh keluarga," tulis Natasha Frost di laman Atlas Obscura.
Penjaga Mongol ada di mana-mana, mengawasi semua pergerakan rakyat. Mata-mata bahkan ditempatkan di setiap rumah, sementara kelaparan dan kemiskinan nyata di depan mata.
Ketakutan Dinasti Yuan pun semakin menjadi-jadi. Anak laki-laki yang masih kecil dianiaya, anak perempuan "dihilangkan" sebelum pernikahan mereka. Sebuah hukum Mongol menuntut ibu jari semua anak laki-laki Tionghoa dimutilasi saat lahir sehingga mereka tidak mampu menarik busur.
Kue bulan dijadikan alat propaganda
Rakyat pun tidak tahan dan akhirnya merencanakan pemberontakan. Dua orang yang dikenal melakukan rencana pemberontakan adalah Zhu Yuanzhang dan Liu Bowen. Zhu Yuanzhang kelak menjadi kaisar Dinasti Ming. Sedangkan Liu Bowen adalah seorang penyair, filsuf dan ahli strategi yang luar biasa.
Festival Pertengahan Musim Gugur semakin dekat. Itu adalah waktu di mana setiap keluarga secara tradisional akan bertukar dan makan kue bulan.
Liu mengirim orang ke setiap sudut dari tiga prefektur di bawah kekuasaan Mongol. Orang-orang suruhan itu masing-masing mengunjungi toko kue dan memesan jutaan kue bulan. Pada setiap kue bulan diselipkan selembar kertas yang berbunyi: "Penerangan spiritual tersembunyi di kegelapan, mereka diam-diam membantu orang untuk mencairkan es yang sedingin es. Ambil tindakan pada jam tengah malam, mari kita bunuh tuan rumah tangga bersama-sama!"
Dan begitulah yang mereka lakukan, pada malam Festival Bulan, sehingga orang Tionghoa dibebaskan dari penjajahan Mongol.
Setidaknya, itulah salah satu versi ceritanya. Yang lain mengatakan bahwa pesan itu berbunyi, "Bunuh Tartar pada Malam Tahun Baru!" Ada juga yang berpendapat jika mungkin pesan itu ditulis di atas nasi atau kertas ditempatkan di bawah kue. Mungkin pesannya telah diberi kode dan disusun dengan menggabungkan beberapa kue bulan. Tetapi apakah itu pasti kue bulan?
Menurut sarjana sejarah Tiongkok Hok-Lam Chan, semua itu hanyalah isapan jempol belaka. "Itu tidak masuk akal untuk memilih Liu sebagai penghasut pemberontakan. Dan memuji rencana untuk menyembunyikan pesan pemberontakan dalam kue bulan," tulisnya di buku Yuan Thought: Chinese Thought and Religion Under the Mongols.
Kita tahu bahwa bangsa Mongol memerintah Kekaisaran Tiongkok. Selama beberapa dekade di paruh kedua abad ke-14, terjadi pemberontakan. Pemberontakan itu akhirnya membuat Zhu Yuanzhang merebut kendali dan mendirikan Dinasti Ming.
Menurut Chan, meski tidak benar, cerita tersebut sering diulang sebagai fakta. Bahkan meski benar terjadi, kisah tersebut perlu diverifikasi, namun entah bagaimana bisa "lolos" dan dianggap sebagai fakta.
Kue bulan dan sejarah nasionalisme Tiongkok
Ada banyak mitos Tiongkok tentang bulan dan kue bulan—seperti Orang Tua di Bawah Bulan atau Wanita Bulan. Tapi hanya legenda Mongol yang dianggap sebagai kebenaran. Alasannya, kata Chan, mungkin berhubungan dengan sejarah nasionalisme Tiongkok.
Pada akhir periode Qing, kisah kue bulan dan propaganda politik muncul lagi. Dalam kisah-kisah tersebut, orang Tionghoa Han, kelompok etnis dominan di Tiongkok, diperintah oleh etnis minoritas yang berbeda—orang Manchu (yang mendominasi Dinasti Qing).
SoHome Jacaranda Lilau
Bahkan setelah Kekaisaran Tiongkok jatuh, kue bulan kerap menjadi alat politik. Kadang-kadang, kue bulan muncul dalam pesan anti-Tiongkok yang terang-terangan.
Kemungkinan, kata Chan, cerita itu ditulis dan dibagikan oleh anggota perkumpulan rahasia anti-Manchu. Dengan berbagi cerita sebagai fakta, mereka membentuk kembali ingatan kolektif tentang pemberontakan Tionghoa Han melawan bangsa Mongol. Versi sejarah ini menempatkan pemberontakan di tangan rakyat, yang membangkitkan semangat nasionalisme.
Maka etnis Han di bawah pemerintahan Manchu pun mengaitkan pengalaman mereka dengan leluhurnya di masa pemerintahan Mongol. Liu Bowen akhirnya menjadi pahlawan kontemporer yang inspirasional.
Penindasan etnis Han di bawah Manchu tidak seburuk versi fiksi Mongol, meskipun membuat sakit hati. Salah satu contoh yang sangat mencolok adalah gaya rambut Manchu bagi para pria. Dikenal sebagai bianzi, itu adalah model setengah botak dengan kuncir atau kepang di belakang.
Baca Juga: Ragam Kue Bulan: Sajian Khas untuk Festival Pertengahan Musim Gugur
Baca Juga: Riwayat Perayaan Kue Bulan: Dari Dewi Chang'e Sampai Gus Dur
Baca Juga: Siapakah Genghis Khan, Penakluk dan Pendiri Kekaisaran Mongol?
Baca Juga: Bebek Peking, Sajian Favorit Kaisar Tiongkok yang Jadi Simbol Nasional
Pesan kue bulan mungkin tidak memainkan peran langsung dalam menggulingkan bangsa Mongol. Namun gagasan tentang kue bulan itu memang memainkan peran kecil dalam revolusi nasionalis Han. Sentimen yang sama ini, pada gilirannya, menyebabkan penggulingan Manchu.
Ceritanya mungkin fiktif, tetapi dampak propagandanya nyata. Maka ini dimanfaatkan dengan cara yang sangat elegan oleh para juru kampanye anti-Qing.
Bahkan setelah Kekaisaran Tiongkok jatuh, kue bulan kerap menjadi alat politik. Kadang-kadang, kue bulan muncul dalam pesan anti-Tiongkok yang terang-terangan. Pada tahun 1950-an, sebuah toko roti di Taipei menjual kue bulan anti-komunisme. Pada tahun 2014, pembangkang Revolusi Payung di Hong Kong memasukkan pesan politik ke bagian luar kue bulan.
Apapun tujuannya, kue bulan kini menjadi kebanggaan nasional Tiongkok yang lezat.
PROMOTED CONTENT
Video Pilihan
Kue Bulan Sebagai Propaganda Kekaisaran Tiongkok untuk Melawan Mongol - National Geographic
Read More
No comments:
Post a Comment